Secara konsep, keduanya sama-sama bentuk kepemilikan atas perusahaan. Tapi kalau dilihat lebih dalam, ada banyak perbedaan, mulai dari sistem perdagangan, regulasi, hingga peluang keuntungannya. Nah, biar nggak bingung, yuk kita bahas satu per satu perbedaannya.
1. Tempat Perdagangan Saham
Saham AS:
Diperdagangkan di bursa seperti New York Stock Exchange (NYSE) dan NASDAQ. NYSE lebih dikenal untuk saham perusahaan besar dan mapan (blue chip), sedangkan NASDAQ terkenal dengan saham teknologi seperti Apple, Google, dan Tesla.
Saham Indonesia:
Diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX). Di sinilah saham-saham lokal seperti BCA, Telkom, dan Unilever Indonesia diperdagangkan.
2. Jam Perdagangan
Saham AS:
Jam perdagangan reguler: Senin–Jumat, pukul 09.30 – 16.00 waktu New York (ET).
Kalau kamu di Indonesia, itu berarti sekitar pukul 21.30 – 04.00 WIB (musim panas bisa berubah).
Saham Indonesia:
Jam perdagangan lebih bersahabat: Senin–Jumat, pukul 09.00 – 16.00 WIB, dengan istirahat makan siang di antara sesi.
3. Mata Uang dan Fluktuasi Kurs
Saham AS: Menggunakan dolar AS (USD).
Saham Indonesia: Menggunakan rupiah (IDR).
Investasi di saham AS berarti kamu juga terpapar risiko fluktuasi kurs. Misalnya, jika dolar menguat terhadap rupiah, nilai investasimu bisa naik (meski sahamnya tidak berubah).
4. Ukuran dan Diversifikasi Pasar
Pasar AS:
Merupakan pasar saham terbesar di dunia, dengan ribuan perusahaan dari berbagai sektor dan skala global. Investor bisa membeli saham teknologi, energi, ritel, hingga kesehatan dari perusahaan multinasional.
Pasar Indonesia:
Jika membandingkan nilai kapitalisasi pasar, bursa saham di Indonesia masih bertumbuh dengan sekitar 900-an saham.
Hasilnya, investor AS punya lebih banyak opsi diversifikasi, dari saham growth, dividend, hingga ESG.
5. Likuiditas dan Volatilitas
Saham AS:
Likuiditas tinggi, artinya kamu bisa beli-jual saham besar seperti Apple atau Microsoft dengan mudah tanpa takut kesulitan cari lawan transaksi.
Saham Indonesia:
Likuiditas bisa bervariasi. Saham-saham besar seperti BBRI atau TLKM cukup likuid, tapi saham lapis dua atau tiga sering kali sulit dijual cepat.
Untuk volatilitas, kedua pasar bisa fluktuatif tergantung kondisi global dan regional.
6. Potensi Return
Historisnya, pasar AS memberikan return tahunan sekitar 8-10% dalam jangka panjang (khususnya indeks S&P 500).
Pasar Indonesia juga punya potensi besar, namun lebih volatil dan sangat tergantung kondisi ekonomi domestik.